Pak Muhadjir muncul dengan sebuah
kontroversi. Bukan hanya pada proses penunjukan beliau menggantikan Anies
Baswedan, yang dianggap berkinerja sangat baik dan tidak layak di-reshuffle,
tapi juga gebrakan pertama beliau sesaat menjadi Menteri Pendidikan, mewacanakan
sekolah dengan sistem full day school.
Kini kembali Pak Menteri
Pendidikan membuat kebijakan yang “kontroversial”, yakni rencananya untuk
melakukan moratorium Ujian Nasional (UN). Saya secara pribadi mendukung
sepenuhnya kebijakan ini. Banyak dari kita mungkin lupa atau bahkan tidak tahu,
sesungguhnya UN telah sejak lama digugat secara hukum, dan bahkan pada 14
September 2009 Mahkamah Agung (MA) telah mengabulkan gugatan agar UN
dihapuskan. Akan tetapi sebagaimana kita tahu, sampai saat ini UN tetap
berlangsung karena pemerintah dan Menteri Pendidikan waktu itu tak pernah
menghiraukan putusan MA tersebut.
Sebuah kemunduran berpikir jika
hari kita masih saja memperdebatkan kemanfaatan-kemudhorotan pelaksanaan
Ujian Nasional, karena sebenarnya telah cukup banyak kajian akademis yang
menunjukan bahwa terdapat cacat serius dalam kebijakan tersebut. Maka,
melakukan moratorium UN adalah sebuah langkah tepat dalam membenahi dunia
pendidikan. Dan moratorium itu harus dilakukan mulai 2017, dan bukannya 2018.
Sebab, bagaimanapun tetap memaksakan pelaksanaan UN 2017 hanya karena
anggarannya telah kadung dianggarkan dalam APBN dan APBD, adalah alasan yang
buruk, sementara pengumuman menteri atas moratorium UN pastinya telah
melahirkan demoralisasi serius di kalangan siswa dan pendidik atas keberadaan
UN. Tetap memaksakannya benar-benar tidak akan efektif dan hanya memboroskan
anggaran.
Satu-satunya alasan paling logis
mengapa Ujian Nasional masih saja dipertahankan meski mendapatkan sejumlah
penolakan adalah alasan finansial. Pelaksanaan Ujian Nasional kenyataannya
telah memberikan keuntungan finansial yang tidak sedikit bagi sejumlah oknum
dan korporasi. Mulai dari pengadaan soal (pembuat dan percertakan), pengawas,
jual-beli naskah ujian, hingga lembaga bimbingan belajar.
Sebagai penutup tulisan ini saya
akan mengutip fatwa Mbah Albert Einstein, "Setiap orang itu Jenius.
Tetapi jika Anda menilai seekor ikan dari kemampuannya memanjat pohon, ia akan
percaya seumur hidupnya bahwa ia itu bodoh." Ujian Nasional telah
menjadikan jutaan anak Indonesia merasa bahwa dirinya “bodoh”, hanya karena
nilai yang dia peroleh di salah satu matapelajaran tidak cukup baik. Setiap
peserta didik itu berbeda dan istimewa, dan Ujian Nasional menafikan fakta
tersebut.
0 Response to "Perlukah Ujian Nasional?"
Post a Comment