CATATAN GURU SD #2

Terhitung sejak 4 Agustus 2014 lalu, Saya resmi terdaftar menjadi seorang tenaga pengajar di salah satu Sekolah Dasar Islam di Tulungagung. Selama kurun waktu yang terbilang singkat tersebut, saya memperoleh banyak pengalaman berharga. Dan satu dari sekian banyak pengalaman dan pelajaran berharga -selama kurang lebih 3 bulan menjadi Guru- tersebut terjadi siang tadi.

Oleh kepala sekolah saya dipercaya menjadi wali kelas 3B. Tugas sebagai Wali Kelas ini memberikan peluang kepada saya untuk menghabiskan waktu berjam-jam bersama murid-murid kelas 3B setiap harinya. Saya merasa sudah sangat mengenal mereka, bukan sekedar nama dan asal mereka, melainkan karakter masing-masing anak berikut dengan informasi mengenai di lingkungan seperti apa yang mereka tinggal. Saya merasa telah mengenal murid-murid saya luar-dalam.

Begini ceritanya….

Saat istirahat siang, saya menyempatkan untuk menikmati secangkir Teh hangat di kantor Guru. Namun belum separuh teh dalam cangkir saya habis, saya didatangi oleh beberapa anak-anak dari kelas yang saya ajar, dengan suara terengah-engah sehabis berlari mereka menyatroni meja saya. Kejadian seperti ini hampir terjadi setiap hari, biasanya mereka mengadu jika ada salah seorang temannya yang kelewat nakal atau mélanggar peraturan. Namun kali ini nampaknya berbeda, ada raut muka serius dan mendesak di wajah mereka. Dan saya menduga bahwa ini pasti bukan tentang anak laki-laki yang berkata kotor atau menggangu anak perempuan seperti biasanya.

“Mister Habib, Ukhti Kembang (bukan nama sebenarnya) mau bunuh diri, dia mau memotong pergelengan tangannya dengan gunting” ungkap salah seorang siswa dengan suara terengah-engah.

Oh Allah, kali ini apa lagi yang ingin KAU tunjukan kepadaku.

Tanpa ba-bi-bu saya segera berlari menuju ruang kelas 3 yang berada di ujung bangunan sekolah. Beberapa siswa tampak riuh ramai disana. Saya mulai tenang ketika melihat Kembang masih dalam keadaan baik-baik saja, tidak ada luka apalagi darah. Dia hanya sedang menangis terisak, sambil membawa semua perkakas sekolahnya, dia merajuk meminta pulang.

Setelah mengambil tempat tepat disebelah Kembang yang masih terus menangis, saya meminta salah seorang dari murid kelas 3 untuk menceritakan duduk persoalannya. Ada beberapa anak mengacungkan tangan, saya memilih satu diantara mereka, saya memilih IMA karena saya pikir dialah yang paling pintar diantara yang lain.

Ima menceritakan kronologis kejadian dengan sangat baik, mengapa Kembang yang masih berumur 8 tahun itu berniat memotong pergelangan tangannya dengan gunting. Berdasakan penuturan Ima, telah terjadi perselisihan antara Kembang dengan teman sebangkunya. Teman-teman di kelas bersepakat untuk menyalahkan kembang dan membela Lya yang menjadi lawan seterunnya. Karena merasa diperlakukan deskriminatif oleh teman-teman sekelas, Kembang menangis sejadi-jadinya. Tak lama berselang Kembang mengambil gunting yang berada di meja guru dan mengarahkan ke pergelangan tanganya. Beberapa siswa laki-laki segera merebut gunting dari tangan Kembang.

Saya memilih mengabaikan apa penyebab konflik antara Kembang dan Lya, bagi saya konflik dengan teman sekelas adalah bagian dari proses tumbuh kembang mereka, dari konflik-konflik itulah mereka akan bertambah dewasa. Namun yang menjadi perhatian saya adalah Setan apa yang meracuni pikiran anak kecil itu sehingga berbuat sekonyol itu.

Dari mana kembang memperoleh referensi sikap memotong pergelangan tangan sebagai satu solusi mengatasi masalah? Saya yakin orang tuanya tidak pernah mengajari hal-hal seperti itu, saya mengenal baik orang tuanya. Saya sebagai Guru yang setiap hari mendampingi proses belajarnya juga tidak pernah mengajari sifat picik seperti itu.
Setelah beberapa saat termenung, saya merasa menemukan jawabannya. Kembang memperoleh referensi seperti dari “TV”, khususnya sinetron. Dia pasti melihat kejadian beberapa artis sinetron memotong pergelangan tangannya untuk mengakhiri hidup saat terhimpit masalah.

Dengan drmatisasi yang baik, tontonan-tontonan sinetron itu masuk kea lam bawah sadar para pemirsa. Tertanam sangat dalam di otak para penikmatnya. Menjadi salah satu referensi bersikap di dunia nyata. Saya berpikir, jika pemerintah negri ini berniat memperbaiki kualitas pendidikan, maka yang dilakukan bukan hanya sekedar mengganti kurikulum, memperbaiki sumber daya guru dan menambah sarana prasarana belajar, tapi juga memperbaiki acara-acara TV. Menghilangkan tontonan yang bisa merusak moral.

MASA DEPAN BANGSA INI DIPERSIAPKAN DI RUANG-RUANG KELAS

Saya harus mengawali tulisan ini dengan sebuah pengakuan penting, sebenarnya saya adalah personil cherybelle, eh bukan-bukan. Pengakuan (penting) yang saya maksudkan berkaitan dengan profesi saya saat ini. Sekarang ini "Saya adalah seorang GURU SD". Saya membuat pengakuan tentang profesi saya ini dengan penuh kebanggan, bukan karena profesi ini bergaji tinggi dan prestesius di mata masyarakat. Tentu saja Guru (apalagi hanya di sekolah dasar) masih kalah mentereng di mata masyarakat jika dibandingkan dengan dokter, polisi, pegawai Bank, DPR dan semacamnya. Saya merasa bangga dengan profesi saya lantaran perannya vitalnya dalam memperbaiki masa depan negri ini.
Ilustrasi oleh model profesional
Saya memutuskan sepakat dengan apa kata Om Anis Baswedan, bahwa masa depan republik Indonesia ada di ruang-ruang kelas. Mereka (para peserta didik) yang sedang duduk manis disana adalah calon presiden, calon pembuat kebijakan, calon dokter, calon polisi, calon pelaku utama dalam drama kehidupan di era yang akan datang.
Memberikan mereka bekal yang cukup untuk menghadapi masa depan berarti juga berupaya agar masa depan mereka lebih baik. Setiap kita melihat wajah anak Indonesia, maka saat itulah kita sedang menatap masa depan Indonesia. Jadi seperti apa masa depan negri ini di masa mendatang, tergantung bagaimana kita mempersiapkan mereka saat ini. Apakah mereka akan menjadi pribadi yang baik atau justru destruktif. Apakah mereka akan siap dengan tantangan masa depan atau tidak tergantung bekal yang mereka miliki saat itu, dan itu mereka peroleh saat mereka berada di bangku sekolah dasar. Teman belajar (guru) yang tepat apalagi hebat (seperti saya), akan sangat berpengaruh pada masa depan bangsa ini.
Maka siapapun yang turun tangan mengambil bagian di tempat-tempat anak itu dididik, maka kita sama saja sedang mempersiapkan masa depan yang jauh lebih baik buat indonesia. Sekali lagi saya akan membuat penekanan, bahwa jika berharap masa depan bangsa ini lebih baik di masa mendatang, maka mari ikut saya ambil bagian di ruang-ruang kelas. Sekali lagi Ruang kelas, bukan gedung DPR, bukan pula tempat seminar atau workksop, apalagi Arena konfercab organisasi ekstra kampus.
Masih menurut Pak Mendikbud yang baru, Republik ini didirikan dengan iuran, ada yang iuran tenaga, pikiran, ide, harta, dan bahkan ada yang iuran nyawa. Permasalahanya adalah, jika untuk mengisi kemerdekaan semua orang bersepakat hanya urun ide, siapa yang action? Saya sudah menghentikan kebiasaan hanya membual dan beralih pada kontribusi nyata. Bagaimana dengan anda kawan-kawanku?
“I give something real to this nation, not just a words”, (semoga bahasa inggrisnya benar)
Terima kasih telah menjadi teman baik saya selama saya menjadi mahasiswa, maafkan jika sekarang saya berbeda cara pandang dengan kalian. Semoga kita semua sukses.
Hidup beasiswa..!!!

Tulisan Lawas Tapi Tetep Keren

Member Habib Fans Club

Habib On Twitter